Kamis, 10 Desember 2009

IKTERUS

1. Defenisi Ikterus

Ikterus merupakan gejala klinik yang sering tampak pada Neonatus karena penumpukan bilirubin dalam aliran darah yang menyebabkan pigmentasi kuning pada plasma darah yang menimbulkan perubahan warna pada jaringan yang memperoleh banyak aliran darah tersebut. Jaringan permukaan yang kaya elastin seperti adalah perubahan warna kuning pada kulit, membrane mukosa, sclera dan organ lain.

Etiologi

a. Peningkatan produksi :

o Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan Rhesus dan ABO.

o Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.

o Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolic yang terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis .

o Defisiensi G6PD ( Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase ).

o Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20 (beta) , diol (steroid).

o Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase , sehingga kadar Bilirubin Indirek meningkat misalnya pada berat badan lahir rendah.

o Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia.

b. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya pada Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya Sulfadiasine.

c. Gangguan fungsi Hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti infeksi , Toksoplasmosis, Siphilis.

d. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.

e. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif.

2. Penyakit-penyakit dengan gejala kulit dan kunjungtiva kuning

  1. HEPATITIS VIRUS

Hepatitis virus akut adalah penyakit infeksi yang penyebarannya luas, walaupun efek utamanya terjadi pada hati. Telah ditemukan 7 kategori virus yang menjadi agen penyebab, antara lain :

    • Virus Hepatitis A (HAV)
    • Virus Hepatitis B (HBV)
    • Virus Hepatitis C (HCV)
    • Virus Hepatitis D (HDV)
    • Virus Hepatitis E (HEV)
    • Hepatitis F (HFV)
    • Hepatitis G (HGV)

Infeksi virus hepatitis dapat menimbulkan berbagai efek yang berkisar dari gagal hati fulminan sampai hepatitis anikterik subklinis. Sebagian besar infeksi HAV dan HBV bersifat ringan dan penyembuhan sempurna dan memiliki gambaran klinis yang serupa. Gejala prodromal timbul pada semua penderita dan dapat berlangsung selama 1 sampai 2 minggu sebelum awitan ikterus. Manifestasi ekstrahepatik dari hepatitis virus ini dapat menyerupai sindrom penyakit serum dan dapat disebabkan oleh kompleks imun yang beredar dalam sirkulasi. Fase prodromal diikuti dengan fase ikterik dan awitan ikterus. Fase ini biasanya berlangsung selama 4 hingga 6 minggu namun dapat mulai mereda dalam beberapa hari. Beberapa hari sebelum ikterus penderita merasa lebih sehat.

  1. SIROSIS HATI

Sirosis hati adalah penyakit kronis yang dicirikan dengan distorsi arsitektur hati yang normal oleh jaringan-jaringan ikat dan nodul-nodul regenerasi sel hati, yang tidak berkaitan dengan vaskulatur normal. Manifestasi utama dan lanjut dari sirosis terjadi akibat 2 type gangguan fisiologis : gagal sel hati dan hipertensi portal. Manifestasi gagal hepatoselular adalah ikterus, edema perifer, kecenderungan perdarahan, eritema palmaris (telapak tangan merah), angioma laba-laba, fetor hepatikum, dan ensefalopati hepatic. Ikterus terjadi sedikitnya pada 60 % penderita selama pperjalanan penyakitnya dan biasanya hanya minimal. Misalnya penderita sirosis mengalami ikterus setelah bertanding minum alcohol. Ikterus intermiten merupakan gambaran khas sirosis biliaris dan terjadi bila timbul peradangan aktif hati dan saluran empedu. Penderita yang meninggal akibat gagal hati biasanya mengalami ikterus.

  1. PANKREATITIS

Pankreatitis akut adalah suatu proses peradangan akut yang mengenai pancreas dan ditandai oleh berbagai derajat edema, perdarahan, dan nekrosis pada sel-sel asinus dan pembuluh darah. Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan berbagai derajat syok, takikardia, leukositosis, dan demam. Ikterus ringan dapat timbul bila terjadi obstruksi biliaris.

3. Klarifikasi ikterus pada bayi

ü IKTERUS FISIOLOGIK.

Ikterus pada neonatus tidak selamanya patologis. Sebagai neonatus, terutama bayi prematur, menunjukkan gejala ikterus pada hari pertama. Ikterus ini biasanya timbul pada hari ke dua, kemudian menghilang pada hari ke sepuluh, atau pada akhir minggu ke dua. Bayi dengan gejala ikterus ini tidak sakit dan tidak memerlukan pengobatan,kecuali dalam pengertian mencegah terjadinya penumpukan bilirubin tidak langsung yang berlebihan. Ikterus dengan kemungkinan besar menjadi patologik dan memerlukan pemeriksaan yang mendalam antara lain :

· Ikterus yang timbul dalam 24 jam pertama

· Bilirubin serum meningkat lebih dari 5 mg % per hari

· Bilirubin melebihi 10mg% pada bayi cukup bulan

· Bilirubin melebihi 15mg% pada bayi prematur

· Ikterus yang menetap sesudah minggu pertama

· Ikterus dengan bilirubin langsung melebihi 1mg%pada setiap waktu.

· Ikterus yang mempunyai hubungan dengan penyakit hemoglobin, infeksi,atau suatu keadaan patologik lain yang telah diketahui.

ü IKTERUS PATOLOGIK

Ikterus di katakan patologik jikalau pigmennya, konsentrasinya dalam serum, waktu timbulnya, dan waktu menghilangnya berbeda dari kriteria yang telah disebut pada Ikterus fisiologik. Walaupun kadar bilirubin masih dalam batas-batas fisiologik, tetapi klinis mulai terdapat tanda-tanda Kern Ikterus, maka keadaan ini disebut Ikterus patologik. Ikterus patologik dapat terjadi karena beberapa faktor yaitu:

Ø Meningkatnya produksi bilirubin, sehingga melampaui batas kemampuan hepar untuk dikeluarkan.

Ø Faktor-faktor yang menghalangi itu mengadakan obstruksi pengeluaran bilirubin.

Ø Faktor yang mengurangi atau menghalangi kemampuan hepar untuk mengadakan konjugasi bilirubin.

ü IKTERUS HEMOLITIK

Ikterus Hemolitik pada umumnya merupakan suatu golongan penyakit yang disebut Erythroblastosis foetalis atau Morbus Haemolitik Neonatorum ( Hemolytic disease of the new born ). Penyakit hemolitik ini biasanya disebabkan oleh Inkompatibilitas golongan darah itu dan bayi.

a) Inkompatibilitas Rhesus

Penyakit ini sangat jarang terdapat di Indonesia. Penyakit ini terutama terdapat di negeri barat karena 15 % Penduduknya mempunyai golongan darah Rhesus negatif. Di Indonesia, dimana penduduknya hampir 100% Rhesus positif, terutama terdapat dikota besar, tempat adanya pencampuran penduduk dengan orang barat. Walaupun demikian, kadang-kadang dilakukan tranfusi tukar darh pada bayi dengan ikterus karena antagonismus Rhesus, dimana tidak didapatkan campuran darah denagan orang asing pada susunan keluarga orang tuanya.

Bayi Rhesus positif dari Rhesus negatif tidak selamanya menunjukkan gejala klinik pada waktu lahir, tetapi dapat terlihat ikterus pada hari pertama kemudian makin lama makin berat ikterusnya, aisertai dengan anemia yang makin lama makin berat pula. Bila mana sebelum kelahiran terdapat hemolisis yang berat maka bayi dapat lahir dengan oedema umum disertai ikterus dan pembesaran hepar dan lien ( hydropsfoetalis ).

Terapi ditujukan untuk memperbaiki anemia dan mengeluarkan bilirubin yang berlebihan dalam serum, agar tidak terjadi Kern Ikterus.

b) Inkompatibilitas ABO

Penderita Ikterus akibat hemolisis karena inkom patibilitas golongan darah ABO lebih sering ditemukan di Indonesia daripada inkom patibilitas Rh. Transfusi tukar darah pada neonatus ditujukan untuk mengatasi hiperbilirubinemia karena defisiensi G – 6 – PD dan Inkompatibilitas ABO.

Ikterus dapat terjadi pada hari pertama dan ke dua yang sifatnya biasanya ringan. Bayi tidak tampak sakit, anemianya ringan, hepar dan lien tidak membesar, ikterus dapat menghilang dalam beberapa hari. Kalau hemolisiinya berat, sering kali diperlukan juga transfusi tukar darah untuk mencegah terjadinya Kern Ikterus.

Pemeriksaan yang perlu dilakukan ialah pemeriksaan kadar bilirubin serum sewaktu-waktu.

c) Ikterus hemolitik karena incompatibilitas golongan darah lain.

Selain inkompatibilitas darah golongan Rh dan ABO, hemolisis dapat pula terjadi bila terdapat inkompatibilitas darah golongan Kell, Duffy, MN, dan lain-lain. Hemolisis dan ikterus biasanya ringan pada neonatus dengan ikterus hemolitik, dimana pemeriksaan kearah inkimpatibilitas Rh dan ABO hasilnya negatif, sedang coombs test positif, kemungkinan ikterus akibat hemolisis inkompatibilitas golongan darah lain.

d) Penyakit hemolitik karena kelainan eritrosit kongenital.

Golongan penyakit ini dapat menimbulkan gambaran klinik yang menyerupai erytrhoblasthosis foetalis akibat isoimunisasi. Pada penyakit ini coombs test biasanya negatif. Beberapa penyakit lain yang dapat disebut ialah sperositosis kongenital, anemia sel sabit ( sichle – cell anemia ), dan elyptocytosis herediter.

e) Hemolisis karena diferensi enzyma glukosa-6-phosphat dehydrogenase ( G-6-PD defeciency).

Penyakit ini mungkin banyak terdapat di indonesia tetapi angka kejadiannya belum di ketahui dengan pasti defisiensi G-6-PD ini merupakan salah satu sebab utama icterus neonatorum yang memerlukan transfusi tukar darah. Icterus walaupun tidak terdapat faktor oksigen, misalnya obat-obat sebagai faktor pencetusnya walaupun hemolisis merupakan sebab icterus pada defesiensi G-6-PD, kemungkinan besar ada faktor lain yang ikut berperan, misalnya faktor kematangan hepar.

ü IKTERUS OBSTRUKTIVA

Obstruksi dalam penyaluran empedu dapat terjadi di dalam hepar dan di luar hepar. Akibat obstruksi itu terjadi penumpukan bilirubin tidak langsung dan bilirubin langsung.

Bila kadar bilirubin langsung melebihi 1mg%, maka harus curiga akan terjadi hal-hal yang menyebabkan obstruksi, misalnya hepatitis, sepsis, pyelonephritis, atau obstruksi saluran empedu peningkatan kadar bilirubin langsung dalam serum, walaupun kadar bilirubin total masih dalam batas normal, selamanya berhubungan dengan keadaan patologik.

Bisa terjadi karena sumbatan penyaluran empedu baik dalam hati maupun luar hati. Akibatnya kadar bilirubin direk maupun indirek meningkat. Bila sampai dengan terjadi obstruksi ( penyumbatan ) penyaluran empedu maka pengaruhnya adalah tindakan operatif, bila keadaan bayi mengizinkan.

ü KERNICTERUS

Encephalopatia oleh bilirubin merupakan satu hal yang sangat di akui sebagai komplikasi hiperbirubinemia. Bayi-bayi yang mati dengan icterus berupa icterus yang berat, lethargia tidak mau minum, muntah-muntah, sianosis, opisthotonus dan kejang. Kadang gejala klinik ini tidak di temukan dan bayi biasanya meninggal karena serangan apnoea. Kernicterus biasanya di sertai dengan meningkatnya kadar bilirubintidak langsung dalam serum. Pada neonatus cukup bulan dengan kadar bilirubin yang melebihi 20 mg% sering keadaan berkembang menjadi kernicterus. Pada bayi primatur batas yang dapat di katakan cuman ialah 18 mg%, kecuali bila kadar albumin serum lebih dari 3gram%. Pada neomatus yang menderita hyipolia, asidosis, dan hypoglycaemia kernicterus dapat terjadi walaupun kadar bilirubin <16mg%. style="">

Jenis-jenis Ikterus Menurut Waktu Terjadinya

1. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama

• Ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama sebagian besar disebabkan oleh :

• Inkompatibilitas darah Rh,ABO, atau golongan lain

• Infeksiintra uterine

• Kadang-kadang karena defisiensi enzim G-6-PD

2. Ikterus yang timbul 24-72 jam sesudah lahir

• Biasanya ikterus fisiologis

• Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah Rh, ABO atau golongan lain

• Defisiensi enzim G-6-PD atau enzim eritrosit lain juga masih mungkin.

• Policitemia

• Hemolisis perdarahan tertutup *(perdarahan subaponerosis,perdarahan hepar, sub capsula dll)

3. Iktersua yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu pertama

• Sepsis

• Dehidrasi dan asidosis Defisiensi G-6-PD

• Pegaruh obat-obatan

• Sindroma Criggler-Najjar , sindroma Gilbert

4. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya

• Ikterus obtruktive

• Hipotiroidisme

• Breast milk jaundice

• Infeksi

• Hepatitis neonatal

• Galaktosemia

4. Factor resiko terjadinya ikterus pada bayi

a.Faktor risiko mayor (Patologis)

1. TSB atau TcB di high-risk zone

2. Jaundice dalam 24 jam pertama

3. Ketidakcocokan golongan darah atau rhesus

4. Penyakit hemolisis (penghancuran sel darah merah), misal: defisiensi G6PD (Adanya defek, atau bentuk sel darah yang tidak sempurna) yang dibutuhkan sel darah merah untuk dapat berfungsi normal

5. Usia gestasi 35-36 minggu

6. Riwayat terapi cahaya pada saudara kandung

7. Memar yang cukup berat berhubungan dengan proses kelahiran, misal: pada kelahiran yang dibantu vakum

8. Pemberian ASI eksklusif yang tidak efektif sehingga tidak mencukupi kebutuhan bayi, ditandai dengan penurunan berat badan yang berlebihan

9. Ras Asia Timur, misal: Jepang, Korea, Cina

10. Hipoglikemi (kadar gula terlalu rendah) dan hipercarbia (kelebihan karbondiosida)

11. Trauma lahir pada kepala (kern ikterus)

12. Ikterus klinis yang menetap setelah bayi berusia >8 hari (pada NCB) atau >14 hari (pada NKB)

b. Faktor risiko minor (Fisiologis)

1. TSB atau TcB di high intermediate-risk zone

2. Usia gestasi 37-38 minggu

3. Jaundice tampak sebelum meninggalkan RS/RB

4. Riwayat jaundice pada saudara sekandung

5. Bayi besar dari ibu yang diabetik

6. Usia ibu ≥ 25 tahun

7. Bayi laki-laki

8. Bayi baru lahir dengan usia 2-3 hari

5. Manifestasi Klinis ikterus pada bayi yaitu

Gejala utamanya adalah kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa. Disamping itu dapat pula disertai dengan gejala-gejala:

1. Dehidrasi

- Asupan kalori tidak adekuat (misalnya: kurang minum, muntah-muntah)

2. Pucat

- Sering berkaitan dengan anemia hemolitik (mis. Ketidakcocokan golongan darah ABO, rhesus, defisiensi G6PD) atau kehilangan darah ekstravaskular.

3. Trauma lahir

- Bruising, sefalhematom (peradarahn kepala), perdarahan tertutup lainnya.

5. Pletorik (penumpukan darah)

- Polisitemia, yang dapat disebabkan oleh keterlambatan memotong tali pusat, bayi KMK

6. Letargik dan gejala sepsis lainnya

7. Petekiae (bintik merah di kulit)

- Sering dikaitkan dengan infeksi congenital, sepsis atau eritroblastosis

8. Mikrosefali (ukuran kepala lebih kecil dari normal)

- Sering berkaitan dengan anemia hemolitik, infeksi kongenital, penyakit hati

9. Hepatosplenomegali (pembesaran hati dan limpa)

10. Omfalitis (peradangan umbilikus)

11. Hipotiroidisme (defisiensi aktivitas tiroid)

12. Massa abdominal kanan (sering berkaitan dengan duktus koledokus)

13. Feses dempul disertai urin warna coklat

- Pikirkan ke arah ikterus obstruktif, selanjutnya konsultasikan ke bagian hepatologi.

6. Patofisiologi terjadinya ikterus pada bayi

Sebelum kita membahas tentang patofisiologi terjadinya ikterus, kita akan membahas terlebih dahulu tentang metabolisme bilirubin yang normal. Segera setelah lahir bayi harus mengkonjugasi Bilirubin (merubah Bilirubin yang larut dalam lemak menjadi Bilirubin yang mudah larut dalam air) di dalam hati. Frekuensi dan jumlah konjugasi tergantung dari besarnya hemolisis dan kematangan hati, serta jumlah tempat ikatan Albumin (Albumin binding site).

Pada bayi yang normal dan sehat serta cukup bulan, hatinya sudah matang dan menghasilkan Enzim Glukoronil Transferase yang memadai sehingga serum Bilirubin tidak mencapai tingkat patologis.

Masa hidup rata-rata eritrosit adalah 120 hari pada orang dewasa dan 80 hari pada bayi. Setiap hari dihancurkan sekitar 50 ml darah dan menghasilkan 250 sampai 350 mg bilirubin. Kemudian terjadi katabolisme hemoglobin (terutama terjadi dalam limpa). Globin mula-mula dipisahkan dari heme, setelah itu heme diubah menjadi biliverdin. Biliribun tidak terkonjugasi larut dalam lemak, tidak dapat larut dalam air, dan tidak dapat diekskresi dalam empedu atau urine. Bilirubin tidak terkonjugasi berikatan dengan albumin dalam suatu kompleks larut air, kemudian diangkut oleh darah ke sel-sel hati. Metabolisme bilirubin di dalam hati berlangsung dalam 3 langkah: ambilan, konjugasi, dan ekskresi.

Ambilan oleh sel hati memerlukan dua protein hati, yaitu yang diberi symbol sebagai protein Y dan Z. konjugasi bilirubin dengan asam glukuronat dikatalisis oleh enzim glukuronil Transferase dalam reticulum endoplasma. Bilirubin terkonjugasi tidak larut dalam lemak, tetapi larut dalam air dan dapat diekskresi dalam empedu dan urine. Langkah terakhir dalam metabolisme bilirubin hati adalah transport bilirubin terkonjugasi melalui membrane sel ke dalam empedu melalui suatu proses aktif. Bilirubin tak terkonjugasi tidak diekskresi ke dalam empedu, kecuali setelah proses fotooksidasi atau fotoisomerisasi.

Bakteri usus mereduksi bilirubin terkonjugasi menjadi serangkaian senyawa yang disebut sterkobilin atau urobilinogen. Zat-zat ini menyebabkan feses berwarna cokelat. Sekitar 10 hingga 20 % urobilinogen mengalami siklus enterohepatik, sedangkan sejumlah kecil diekskresi dalam urine.

MEKANISME PATOFISIOLOGI IKTERUS

Terdapat empat mekanisme umum yang menyebabkan hiperbilirubinemia dan ikterus.

1. Pembentukan Bilirubin yang berlebihan

Penyakit hemolitik atau peningkatan laju destruksi eritrosit merupakan penyebab tersering dari pembentukan bilirubin yang berlebihan. Ikterus yang timbul sering disebut ikterus hemolitikKonjugasi dan transfer pigmen empedu belangsung normal, tetapi suplai bilirubin tak terkonjugasi melampaui kemampuan hati. Hal ini mengakibatkan peningkatan kadar bilirubin tak terkonjugasi dalam darah. Bilirubin tak terkonjugasi tidak larut dalam air, sehingga tidak dapat diekskresi dalam urine sehingga tidak terjadi bilirubinuria. Namun demikian terjadi peningkatan pembentukan urobilinogen (akibat peningkatan beban bilirubin terhadap hati dan peningfkatan konjugasi serta ekskresi), yang selanjutnya mengakibatkan peningkatan ekskresi dalam feses dan urine.

Beberapa penyebab lazim ikterus hemolitik adalah hemofglobin abnormal (hemoglobin S pada anemia sel sabit), eritrosit abnormal (sferositosis herediter), antibodi dalam serum (inkompatibilitas Rh atau transfusi atau akibat penyakit hemolitik autoimun), dan peningkatan hemolisis. Sebagian kasus ikterus hemolitik dapat disebabkan oleh suatu proses yang disebut sebagai eritropoiesis yang tidak efektif. Proses ini meningkatkan destruksi eritrosit atau prekursornya dalam dalam sumsum tulang (talasemia,anemia pernisiosa, porfiria).

2. Gangguan pengambilan bilirubin tak terkonjugasi oleh hati

Ambilan bilirubin tak terkonjugasi terikat-albumin oleh sel hati dilakukan dengan memisahkan dan meningkatkan bilirubin terhadap protein penerima. Hanya beberapa obat yang telah terbukti berpengaruh dalam ambilan bilirubin oleh hati : asam flavaspidat (dipakai untuk mengobati cacing pita), novobiosin, dan beberapa zat warna kolesistografik. Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi dan ikterus biasanya menghilang bila obat pencetus dihentikan. Dahulu ikterus dianggap disebabkan oleh defisiensi protein penerima dan gangguan ambilan oleh hati. Namun, Pada sebagian besar kasus ikterus, ditemukan adanya defisiensi glukuronil transferase, sehingga keadaan ini dianggap sebagai defek konjugasi bilirubin.

3. Gangguan konjugasi bilirubin

Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi ringan (<12,9>

Namun, jika ikterus terus terjadi pada minggu kedua dan kadar bilirubin tak terkonjugasi melampaui 20 mg/dl, maka terjadi ikterus patologis. Ada tiga gangguan herediter yang menyebabkan defisiensi progresif enzim glukoronil transferase adalah : sindrom Gilbert dan sindrom Crigler-Najjar tipe I dan tipe II.

Sindrom Gilbert merupakan suatu penyakit familial ringan yang dicirikan dengan ikterus dan hiperbilirubinemia tak terkonjugasi ringan (2-5 mg/dl) yang kronis. Penderita Sindrom Gilbert mengalami defisiensi parsial glukoronil transferase. Keadaan ini dapat diobati dengan fenobarbital, yang merangsang aktivitas enzim glukoronil transferase.

Sindrom Criggler-Najjar tipe I merupakan gangguan herdeiter yang jarang terjadi. Penyebabnya dalah suatu gewn resesif, dengan tidak adanya glukoronil transferase sama sekali sejak lahir. Oleh karena itu tidak terjadi konjugasi bilirubun sehingga empedu tidak berwarna dan kadar bilirubin tak terkonjugasi melampaui 20mg/ 100 ml. Hal ini menyebabkan terjadinya kernikterus.

Sindrom Criggler-Najjar tipe II adalah bentuk penyakit yang lebih ringan, diwariskan sebagai suatu sifat genetik dominan dengan defisiensi sebagian glukoronil transferase. Kadar bilirubin tak terkonjugasi serum lebih rendah (6 sampai 20 mg/dl) dan ikterus mungkin tidak terlihat sampai usia remaja. Fenobarbital yang meningkatkan aktiviotas glukoronil transferase sering kali dapat menghilangkan ikterus pada pasien ini.

4. Penurunan ekskresi bilirubin terkonjugasi dalam empedu akibat factor interahepatik dan ekstrahepatik yang bersifat fungsional atau diasebabkan oleh obstruksi mekanis.

· Fase Prahepatik

Prehepatik atau hemolitik yaitu menyangkut jaundice yang disebabkan oleh hal-hal yang dapat meningkatkan hemolisis (rusaknya sel darah merah)

a. Pembentukan Bilirubin. Sekitar 250 sampai 350 mg bilirubin atau sekitar 4 mg per kg berat badan terbentuk setiap harinya; 70-80% berasal dari pemecahan sel darah merah yang matang, sedangkan sisanya 20-30% datang dari protein heme lainnya yang berada terutama dalam sumsum tulang dan hati. Peningkatan hemolisis sel darah merah merupakan penyebab utama peningkatan pembentukan bilirubin.

b. Transport plasma. Bilirubin tidak larut dalam air, karenanya bilirubin tak terkojugasi ini transportnya dalam plasma terikat dengan albumin dan tidak dapat melalui membran gromerolus, karenanya tidak muncul dalam air seni.

· Fase Intrahepatik

Intrahepatik yaitu menyangkut peradangan atau adanya kelainan pada hati yang mengganggu proses pembuangan bilirubin.

a. Liver uptake. Proses pengambilan bilirubin tak terkojugasi oleh hati secara rinci dan pentingnya protein meningkat seperti ligandin atau protein Y, belum jelas. Pengambilan bilirubin melalui transport yang aktif dan berjalan cepat, namun tidak termasuk pengambilan albumin.

b. Konjugasi. Bilirubin bebas yang terkonsentrasi dalam sel hati mengalami konjugasi dengan asam glukoronik membentuk bilirubin diglukuronida / bilirubin konjugasi / bilirubin direk. Bilirubin tidak terkonjugasi merupakan bilirubin yang tidak laurut dalam air kecuali bila jenis bilirubin terikat sebagai kompleks dengan molekul amfipatik seperti albumin. Karena albumin tidak terdapat dalam empedu, bilirubin harus dikonversikan menjadi derivat yang larut dalam air sebelum diekskresikan oleh sistem bilier. Proses ini terutama dilaksanakan oleh konjugasi bilirubin pada asam glukuronat hingga terbentuk bilirubin glukuronid. Reaksi konjugasi terjadi dalam retikulum endoplasmik hepatosit dan dikatalisis oleh enzim bilirubin glukuronosil transferase dalam reaksi dua-tahap.

· Fase Pascahepatik

Pascahepatik yaitu menyangkut penyumbatan saluran empedu di luar hati oleh batu empedu atau tumor .

a. Ekskresi bilirubin. Bilirubin konjugasi dikeluarkan ke dalam kanalikulus bersama bahan lainnya. Anion organik lainnya atau obat dapat mempengaruhi proses yang kompleks ini. Di dalam usus flora bakteri men”dekonjugasi” dan mereduksi bilirubin menjadi sterkobilinogen dan mengeluarkannya sebagian besar ke dalam tinja yang memberi warna coklat. Bilirubin tak terkonjugasi bersifat tidak larut dalam air namun larut dalam lemak. Karenanya bilirubin tak terkojugasi dapat melewati barier darah-otak atau masuk ke dalam plasenta. Dalam sel hati, bilirubin tak terkonjugasi mengalami proses konjugasi dengan gula melalui enzim glukuroniltransferase dan larut dalam empedu cair.

Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban Bilirubin pada sel Hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran Eritrosit, Polisitemia. Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar Bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi Hipoksia, Asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar Bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi Hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.

Pada derajat tertentu Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila Bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut Kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg/dl.

Mudah tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin Indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan Berat Badan Lahir Rendah , Hipoksia, dan Hipoglikemia ( Markum, 1991).

7. Pemeriksaan diagnostic ikterus pada bayi!

A.PEMERIKSAAN FISIK

Kepala

1. Sklera ikterik ? serta tentukan warnanya apakah memberi kesan kekuningan (yellownish jaundice) atau kehijauan (greenish jaundice) atau hanya sub ikterik ?

; Kesan yellownish jaundice menandakan ikterus berasal dari kelainan intrahepatik, Greenish jaundice menandakan ikterus berasal dari kelainan ekstrahepatik.

2. Cari kemungkinan ikterik yang juga dapat tampak pada palatum mole dan frenulum linguale ?

3. Tanda-tanda anemia ?

; Anemia disertai ikterik perlu dipikirkan anemia hemolitik.

4. Sianosis perioral ?

; Menunjukkan adanya kelainan pada cor atau pulmo. Sering pada cardiac sirrosis.

5. Fetor hepatikum ?

; Menandakan banyak amoniak dalam tubuh yang merupakan tanda kegagalan fungsi hati. Paling sering pada koma hepatikum.

Leher

6. Tentukan JVP apakah meningkat ?

; Menunjukkan bendungan sistemik / portal. Misal pada cardiac sirrosis.

7. KGB teraba membesar ?

; Menunjukkan adanya infeksi. Hepatitis dapat dengan pembesaran KGB

Thorax

8. Tentukan batas paru-hepar, apakah ada peranjakan hati ?

9. Cari kemungkinan adanya ginekomastia dan spider nevy ?

; Merupakan salah satu stigmata SH.

Pulmo : Adakah kelainan ?

Cor : Adakah kelainan seperti gagal jantung ?

Abdomen

10. Inspeksi; cari adanya :

- Massa

- Acites

- Venektasi

; Kelainan-kelainan ini sering pada SH dan hepatoma.

11. Auskultasi :

- Cari kemungkinan terdapat bruit pada massa yang tampak

; Bruit (+) pada massa hepar menunjukkan Hepatoma.

12. Perkusi :

- Cari kemungkinan redup yang dapat menunjukkan kemungkinan adanya massa atau pembesaran organ

- Nilai adanya acites dengan shifting dullness

- Cari kemungkinan adanya nyeri ketok pada regio hepar, kendung empedu, epigastrium

13. Palpasi :

- Tentukan konsistensi abdomen

- Hepatomegali ? Tentukan besar dan konsistensi ?, tepi tajam / tumpul ?, permukaan licin-rata / berbenjol-benjol ? nyeri tekan (NT) ?

- Splenomegali ? Tentukan dalam batas schuffner, serta nilai ruang troube ?

- Nilai Murphy sign

Massa hati dgn tepi tajam, permukaan licin dan rata, konsistensi keras, NT (+) : Hepatitis

Massa hati dgn tepi tajam, permukaan berbenjol-benjol dan rata, konsistensi keras, NT (+) : Hepatoma

Massa hati dengan tepi tumpul, permukaan licin dan berbenjol, fluktuasi (+), konsistensi lunak, NT (+) : Abses Hepar

Ekstremitas

14. Oedem ? Pitting / non-pitting ?

; Pitting oedem dapat menunjukkan hipoalbuminemia sebagai kegagalan sintesis hati serta retensi Na dan air sebagai akibat dari hipertensi porta. Sering pada SH

15. Clubbing finger ? Sianosis ?

; Sering pada cardiac sirrosis.

16. Eritema palmaris ?

17. Liver nail ? ( kuku berwarna putih dengan ujung kuku berwarna merah jambu, biasanya bilateral dan masih dapat ditembus cahaya )

18. Kontraktur dupuytren ? ( kontraktur fleksi jari-jari akibat fibrosis fasia palmaris )

; Kontraktur dupuytren dan liver nail dapat di temukan pada SH.

B. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium

1. Tes darah :

- Hematologi rutin ( Hb, Ht, Leukosit, diff.count, Trombosit, LED )

- Fungsi pembekuan : Bleeding time, clotting time, protrombin time, partial tromboplastin time, fibrinogen ( Khususnya dilakukan pada kecurigaan gagal hati kronis atau ikterik dengan gangguan perdarahan )

- Kimia klinik : Ureum, Kreatinin, SGOT, SGPT, Bilirubin I / II / total, Kolesterol, Protein, Ratio albumin / globulin, gula darah sewaktu

- Enzim hati lainnya ( di sesuaikan kebutuhan klinis ) : Alkali fosfatase, Aminotransaminase, Gamma Glutamil Transferase, Amilase, LDH, kolin esterase, AFP (Alfa Feto Protein).

2.Ultrasonografi

Metode yang disukai untuk mendeteksi batu empedu, dapat diandalkan untuk mendeteksi dilatasi saluran empedu dan massa padat atau kistik da dalam hati dan pancreas.

3.CT Scan

Pencitraan beresolusi tinggi pada hati, kandung empedu, pancreas dan limpa. Menunjukkan adanya batu, massa padat, kista, abses dan kelainan struktur.

4.MRI

Pemakaiannya sama dengan CT Scan tetapi memiliki kepekaan yang lebih tinggi.

5.Kolesistografi oral

Proses konjugasi dan sekresi zat warna oleh hati memungkinkan terlihatnya kandung empedu, dan saluran empedu, sehingga terlihat adanya batu empedu. Bahan kontrs yang sukar dan tidak terlihat dapat disebabkan oleh adanya penyakit sel hati atau obstruksi empedu.

6.Kolangiogram transhepatika perkutan

Zat warna diberikan melalui suntikan perkutan dan secara buta dimasukkan kedalam saluran empedu, membentu membedakan duktus intrahepatik dan menyebabkan obstruksi biliaris atau kolestasis.

7.Scan radioisotope bilaris

Memperlihatkan adanya kolestasis, obstruksi akut maupun kronis, kebocoran empedu, fistula, dan kista.

8.Scan hati radioisotope

Menunjukkan perubahan anatomi pada jaringan hati.

9.Angiografi aksis seliak selektif

Memungkinkan visualisasi sirkulasi pancreas, hati dan portal, menunjukkan massa tumor, kerusakan seperti pada sirosis, dan sirkulasi kolateral portal termasuk lesi hepatic.

10.Spienoportogram

Menunjukkan ukuran dan kepatenan kolateral portal dan limpa.

8. Penanganan ikterus pada bayi!

· Pemantauan kadar bilirubin

· Terapi sinar, transfusi pengganti, terapi obat, transfusi tukar

Pada ikterus ringan sampai sedang, dalam 1-2 minggu bayi dapat mengeluarkan bilirubin dengan sendirinya. Pada kadar bilirubin yang tinggi dapat dilakukan fototerapi-pengobatan dengan sinar khusus yang membantu pengeluaran bilirubin dengan memecah bilirubin sehingga lebih mudah dimetabolisme oleh hati bayi.

Pemberian ASI/nutrisi lebih sering untuk membantu bayi mengeluarkan bilirubin melalui tinja. Pada kasus sangat berat transfusi tukar merupakan suatu pertimbangan.

Pemantauan kadar Bilirubin Serum

Pemeriksaan bilirubin serum merupakan baku emas penegakan diagnosis ikterus neonatorum serta untuk menentukan perlunya intervensi lebih lanjut. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan pemeriksaan serum bilirubin adalah tindakan ini merupakan tindakan invasif yang dianggap dapat meningkatkan morbiditas neonatus. Umumnya yang diperiksa adalah bilirubin total. Sampel serum harus dilindungi dari cahaya (dengan aluminium foil) Beberapa senter menyarankan pemeriksaan bilirubin direk, bila kadar bilirubin total > 20 mg/dL atau usia bayi > 2 minggu.

Bilirubinometer Transkutan

Bilirubinometer adalah instrumen spektrofotometrik yang bekerja dengan prinsip memanfaatkan bilirubin yang menyerap cahaya dengan panjang gelombang 450 nm. Cahaya yang dipantulkan merupakan representasi warna kulit neonatus yang sedang diperiksa.

Pemeriksaan bilirubin transkutan (TcB) dahulu menggunakan alat yang amat dipengaruhi pigmen kulit. Saat ini, alat yang dipakai menggunakan multiwavelength spectral reflectance yang tidak terpengaruh pigmen. Pemeriksaan bilirubin transkutan dilakukan untuk tujuan skrining, bukan untuk diagnosis.

Briscoe dkk. (2002) melakukan sebuah studi observasional prospektif untuk mengetahui akurasi pemeriksaan bilirubin transkutan (JM 102) dibandingkan dengan pemeriksaan bilirubin serum (metode standar diazo). Penelitian ini dilakukan di Inggris, melibatkan 303 bayi baru lahir dengan usia gestasi >34 minggu. Pada penelitian ini hiperbilirubinemia dibatasi pada konsentrasi bilirubin serum >14.4 mg/dL (249 umol/l). Dari penelitian ini didapatkan bahwa pemeriksaan TcB dan Total Serum Bilirubin (TSB) memiliki korelasi yang bermakna (n=303, r=0.76, p<0.0001),>

Umumnya pemeriksaan TcB dilakukan sebelum bayi pulang untuk tujuan skrining. Hasil analisis biaya yang dilakukan oleh Suresh dkk. (2004) menyatakan bahwa pemeriksaan bilirubin serum ataupun transkutan secara rutin sebagai tindakan skrining sebelum bayi dipulangkan tidak efektif dari segi biaya dalam mencegah terjadinya ensefalopati hiperbilirubin.

Pemeriksaan bilirubin bebas dan CO

Bilirubin bebas secara difusi dapat melewati sawar darah otak. Hal ini menerangkan mengapa ensefalopati bilirubin dapat terjadi pada konsentrasi bilirubin serum yang rendah. Beberapa metode digunakan untuk mencoba mengukur kadar bilirubin bebas. Salah satunya dengan metode oksidase-peroksidase. Prinsip cara ini berdasarkan kecepatan reaksi oksidasi peroksidasi terhadap bilirubin. Bilirubin menjadi substansi tidak berwarna. Dengan pendekatan bilirubin bebas, tata laksana ikterus neonatorum akan lebih terarah.

Seperti telah diketahui bahwa pada pemecahan heme dihasilkan bilirubin dan gas CO dalam jumlah yang ekuivalen. Berdasarkan hal ini, maka pengukuran konsentrasi CO yang dikeluarkan melalui pernapasan dapat digunakan sebagai indeks produksi bilirubin.3

Tabel 1. Perkiraan Klinis Tingkat Keparahan Ikterus

Usia

Kuning terlihat pada:

Tingkat Keparahan Ikterus

Hari 1

Bagian tubuh manapuna

Berat

Hari 2

Lengan dan Tungkaia

Hari 3 dan seterusnya

Tangan dan Kaki

a Bila kuning terlihat pada bagian tubuh manapun pada hari pertama dan terlihat pada lengan, tungkai, tangan dan kaki pada hari kedua, maka digolongkan sebagai ikterus sangat berat dan memerlukan terapi sinar secepatnya. Tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan kadar bilirubin serum untuk memulai terapi sinar .

Fototherapi (Terapi Sinar)

Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan Transfusi Pengganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas yang tinggi ( a bound of fluorencent light bulbs or bulbs in the blue-light spectrum) akan menurunkan Bilirubin dalam kulit. Fototherapi menurunkan kadar Bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi Biliar Bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorsi jaringan mengubah Bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut Fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah Fotobilirubin berikatan dengan Albumin dan dikirim ke Hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke Empedu dan diekskresi ke dalam Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa proses konjugasi oleh Hati (Avery dan Taeusch, 1984). Hasil Fotodegradasi terbentuk ketika sinar mengoksidasi Bilirubin dapat dikeluarkan melalui urine.

Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar Bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab Kekuningan dan Hemolisis dapat menyebabkan Anemia.

Secara umum Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin Indirek 4 -5 mg /dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus di Fototherapi dengan konsentrasi Bilirubun 5 mg / dl. Beberapa ilmuan mengarahkan untuk memberikan Fototherapi Propilaksis pada 24 jam pertama pada Bayi Resiko Tinggi dan Berat Badan Lahir Rendah.

Tranfusi Pengganti

Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor :

1. Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.

2. Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.

3. Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama.

4. Tes Coombs Positif

5. Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu pertama.

6. Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama.

7. Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.

8. Bayi dengan Hidrops saat lahir.

9. Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.

Transfusi Pengganti digunakan untuk :

1. Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible (rentan)

terhadap sel darah merah terhadap Antibodi Maternal.

2. Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi (kepekaan)

3. Menghilangkan Serum Bilirubin

4. Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan keterikatan

dengan Bilirubin

Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan O segera

(kurang dari 2 hari), Rh negatif whole blood. Darah yang dipilih tidak

mengandung antigen A dan antigen B yang pendek. setiap 4 - 8 jam kadar

Bilirubin harus dicek. Hemoglobin harus diperiksa setiap hari sampai stabil.

Therapi Obat

Phenobarbital dapat menstimulasi hati untuk menghasilkan enzim yang meningkatkan konjugasi Bilirubin dan mengekresinya. Obat ini efektif baik diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum melahirkan. Penggunaan penobarbital pada post natal masih menjadi pertentangan karena efek sampingnya (letargi).

Colistrisin dapat mengurangi Bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urine

sehingga menurunkan siklus Enterohepatika.

Penggolongan Hiperbilirubinemia berdasarkan saat terjadi Ikterus:

1. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama.

Penyebab Ikterus terjadi pada 24 jam pertama menurut besarnya kemungkinan dapat disusun sbb:

· Inkomptabilitas darah Rh, ABO atau golongan lain.

· Infeksi Intra Uterin (Virus, Toksoplasma, Siphilis dan kadang-kadang Bakteri)

· Kadang-kadang oleh Defisiensi Enzim G6PD.

Pemeriksaan yang perlu dilakukan:

· Kadar Bilirubin Serum berkala.

· Darah tepi lengkap.

· Golongan darah ibu dan bayi.

· Test Coombs.

· Pemeriksaan skrining defisiensi G6PD, biakan darah atau biopsi Hepar bila perlu.

2. Ikterus yang timbul 24 - 72 jam sesudah lahir.

Biasanya Ikterus fisiologis.

Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah ABO atau Rh, atau golongan lain. Hal ini diduga kalau kenaikan kadar Bilirubin cepat misalnya melebihi 5mg% per 24 jam.

Defisiensi Enzim G6PD atau Enzim Eritrosit lain juga masih mungkin.

Polisetimia.

Hemolisis perdarahan tertutup ( pendarahan subaponeurosis, pendarahan Hepar, sub kapsula dll).

Bila keadaan bayi baik dan peningkatannya cepat maka pemeriksaan

yang perlu dilakukan:

Pemeriksaan darah tepi.

Pemeriksaan darah Bilirubin berkala.

Pemeriksaan skrining Enzim G6PD.

Pemeriksaan lain bila perlu.

3. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu

pertama.

Sepsis.

Dehidrasi dan Asidosis.

Defisiensi Enzim G6PD.

Pengaruh obat-obat.

Sindroma Criggler-Najjar, Sindroma Gilbert.

4. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya:

Karena ikterus obstruktif.

Hipotiroidisme

Breast milk Jaundice.

Infeksi.

Hepatitis Neonatal.

Galaktosemia.

Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan:

Pemeriksaan Bilirubin berkala.

Pemeriksaan darah tepi.

Skrining Enzim G6PD.

Biakan darah, biopsi Hepar bila ada indikasi.

TRANFUSI TUKAR

Transfusi tukar adalah suatu tindakan pengambilan sejumlah kecil darah yang dilanjutkan dengan pengembalian darah dari donor dalam jumlah yang sama yang dilakukan berulang-ulang sampai sebagian besar darah penderita tertukar (Friel, 1982).

Pada hiperbilirubinemia, tindakan ini bertujuan mencegah terjadinya ensefalopati bilirubin dengan cara mengeluarkan bilirubin indirek dari sirkulasi. Pada bayi dengan isoimunisasi, transfusi tukar memiliki manfaat tambahan, karena membantu mengeluarkan antibodi maternal dari sirkulasi bayi. Sehingga mencegah hemolisis lebih lanjut dan memperbaiki anemia.

9. Komplikasi yang dapat terjadi akibat ikterus pada bayi!

Terjadi kern ikterus yaitu keruskan otak akibat perlangketan bilirubin indirek pada otak. Pada kern ikterus gejala klinik pada permulaan tidak jelas antara lain : bayi tidak mau menghisap, letargi, mata berputar-putar, gerakan tidak menentu (involuntary movements), kejang tonus otot meninggi, leher kaku, dn akhirnya opistotonus.

10. Tindakan pencegahan ikterus!

Ikterus dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan :

· Pengawasan antenatal yang baik atau Pemeriksaan kehamilan secara teratur

· Menghindari obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi pada masa kehamilan dan kelahiran, misalnya sulfafurazole, novobiosin, oksitosin dan lain-lain.

· Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus.

· Penggunaan fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus.

· Iluminasi yang baik pada bangsal bayi baru lahir.

· Pemberian ASI secara dini setelah lahir.

· Pencegahan infeksi.

11. Asuhan keperawatan ikterus pada bayi!

PENGKAJIAN

1. Identitas pasien dan keluarga

2. Riwayat Keperawatan

a. Riwayat Kehamilan

Kurangnya antenatal care yang baik. Penggunaan obat – obat yang meningkatkan ikterus ex: salisilat sulkaturosic oxitosin yang dapat mempercepat proses konjungasi sebelum ibu partus.

b. Riwayat Persalinan

Persalinan dilakukan oleh dukun, atau bidan. Lahir prematur / kurang bulan. Riwayat trauma persalinan, hipoxin dan aspixin.

c. Riwayat Post natal

Adanya kelainan darah tapi kadar bilirubin meningkat kulit bayi tampak kuning.

d. Riwayat Kesehatan Keluarga

Seperti ketidakcocokan darah ibu dan anak Polycythenia, gangguan saluran cerna dan hati ( hepatitis )

e. Riwayat Pikososial

§ Kurangnya kasih sayang karena perpisahan, perubahan peran orang tua

§ Dampak sakit anak pada hubungan dengan orang tua, apakah orang tua merasa bersalah.

f. Pengetahuan Keluarga

Penyebab penyakit dan pengobatan, perawatan lebih lanjut, dan pemahaman orang tua tentang bayi yang ikterus.

3. Kebutuhan Sehari – hari

a. Nutrisi

Pada umumnya bayi malas minum ( reflek menghisap dan menelan lemah sehingga BB bayi mengalami penurunan.

b. Eliminasi

Biasanya bayi mengalami diare, urin mengalami perubahan warna gelap dan tinja berwarna pucat

c. Istirahat

Bayi tampak cengeng dan mudah terbangun

d. Aktifitas

Bayi biasanya mengalami penurunan aktivitas, letargi, hipototonus dan mudah terusik.

e. Personal hygiene

Kebutuhan personal hygiene bayi oleh keluarga terutama ibu

4. Pemeriksaan fisik

§ Keadaan umum lemah

§ TTV tidak stabil terutama suhu tubuh (hipo / hipertemi)

§ Reflek hisap pada bayi menurun

§ BB turun

§ Pemeriksaan tonus otot (kejang / tremor)

§ Hidrasi bayi mengalami penurunan

§ Kulit tampak kuning dan mengelupas (skin resh) bronze bayi syndrome

§ Sclera mata kuning ( kadang – kadang terjadi kerusakan pada retina )

§ Perubahan warna urine dan feses.

DIAGNOSA KEPERAWATAN & INTERVENSI

1) Diagnosa keperawatan : Gangguan integritas kulit berhubungan dengan hiperbilirubinemia dan diare

Tujuan : Keutuhan kulit bayi dapat dipertahankan

Intervensi :

1. Kaji warna kulit tiap 8 jam

2. Pantau bilirubin direk dan indirek

3. Rubah posisi setiap 2 jam

4. Masase daerah yang menonjol

5. Jaga kebersihan kulit dan kelembabannya.

2) Diagnosa keperawatan : Risiko tinggi trauma berhubungan dengan efek fototherapi

Tujuan : Neonatus akan berkembang tanpa disertai tanda-tanda gangguan akibat fototherapi

Intervensi :

1. Tempatkan neonatus pada jarak 45 cm dari sumber cahaya

2. Biarkan neonatus dalam keadaan telanjang kecuali mata dan daerah genetal serta bokong ditutup dengan kain yang dapat memantulkan cahaya;

3. Usahakan agar penutup mata tida menutupi hidung dan bibir;

4. Matikan lampu,

5. Buka penutup mata untuk mengkaji adanya konjungtivitis tiap 8 jam;

6. Buka penutup mata setiap akan disusukan;

7. Ajak bicara dan beri sentuhan setiap memberikan perawatan.

3) Diagnosa keperawatan : Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan efek fototerapi

Tujuan : Kestabilan suhu tubuh bayi dapat dipertahankan

Intervensi :

1. Pertahankan suhu lingkungan yang netral

2. Pertahankan suhu tubuh 36,50C - 370C jika demam lakukan kompres/axilia untuk mencegah cold/heat stress

3. Cek tanda Vital setiap 2 – 4 jam sesuai yang dibutuhkan

4. Kolaborasi pemberian antipiretik jika demam

4) Diagnosa keperawatan : Kurangnya volume cairan berhubungan dengan tidak adekuatnya intake cairan, fototherapi, dan diare.

Tujuan : Cairan tubuh neonatus adekuat

Intervensi :

1. Catat jumlah dan kualitas feses,

2. Pantau turgor kulit,

3. Pantau intake output,

4. Beri air diantara menyusui atau memberi botol.

5) Diagnosa keperawatan : Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan efek fototerapi

Tujuan : Kestabilan suhu tubuh bayi dapat dipertahankan

Intervensi :

1. Beri suhu lingkungan yang netral,

2. Pertahankan suhu antara 35,5° - 37°C,

3. Cek tanda-tanda vital tiap 2 jam.

6) Diagnosa keperawatan : Gangguan parenting berhubungan dengan pemisahan

Tujuan : Orang tua dan bayi menunjukan tingkah laku “Attachment” , orang tua dapat mengekspresikan ketidak mengertian proses Bounding.

Intervensi :

Bawa bayi ke ibu untuk disusui, buka tutup mata saat disusui, untuk stimulasi sosial dengan ibu, anjurkan orangtua untuk mengajak bicara anaknya, libatkan orang tua dalam perawatan bila memungkinkan, dorong orang tua mengekspresikan perasaannya.

7) Diagnosa keperawatan : Kecemasan meningkat berhubungan dengan therapi yang diberikan pada bayi.

Tujuan : Orang tua mengerti tentang perawatan, dapat mengidentifikasi gejala-gejala untuk menyampaikan pada tim kesehatan

Intervensi :

Kaji pengetahuan keluarga klien, beri pendidikan kesehatan penyebab dari kuning, proses terapi dan perawatannya. Beri pendidikan kesehatan mengenai cara perawatan bayi dirumah.

DAFTAR PUSTAKA

Bare & Suzanne, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 2, (Edisi8), EGC:Jakarta

Guyton dan Hall, 1997, Fisiologi Kedokteran, (Edisi 9), EGC, Jakarta

Sherwood, 2001, Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, (edisi 21), EGC, Jakarta

Sylvia A. Price, Lorraine M. Wilson, Patofisiologi volume 1 edisi 6, 2006. EGC Jakarta

http://www.pdf-search-engine.com/askep-anak-dengan-hiperbilirubin-pdf.html

http://library.usu.ac.id/download/fk/keperawatan-mula%20tarigan.pdf

http://cnennisa.files.wordpress.com/2007/08/asuhan-keperawatan-dengan-hiperbilirubin.pdf

http://askep.webng.com/hiperbilirubin.pdf

http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/04HepatitisObat015.pdf/04HepatitisObat015.html

http://ilmukedokteran.net/pdf/Daftar-Masalah-Individu/ikterik.pdf

http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/03/20/hepatitis/

http://tutorialkuliah.blogspot.com/2009/10/materi-kuliah-jenis-jenis-ikterus.html

word --> http://gondalgandul.files.wordpress.com/2008/02/bayi-kuning.doc

http://medicastore.com/penyakit/392/Hiperbilirubinemia.html

http://www.sayyestoasi.com/mama-tips/0-3-bulan/june-2009/macam-macam-ikterus.aspx