Kamis, 14 Oktober 2010

THALASEMIA

A. Pengertian
Thalasemia adalah sekelompok penyakit keturunan yang merupakan akibat dari ketidakseimbangan pembuatan salah satu dari keempat rantai asam amino yang membentuk hemoglobin (medicastore, 2004).
Sindrom thalasemia adalah sekelompok penyakit atau keadaan herediter dimana produksi satu atau lebih dari satu jenis rantai polipeptida terganggu (Kosasih, 2001).
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara resesif, menurut hukum mendel. Pada tahun 1925, diagnosa penyakit ini pertama kali diumumkan oleh Thomas Cooley (Cooley’anemia) yang di dapat diantara keluarga keturunan italia yang bermukim di USA. Kata thalassemia berasal dari bahasa yunani yang berarti laut.

B. Penyebab
Ketidakseimbangan dalam rantai protein globin alfa dan beta, yang diperlukan dalam pembentukan hemoglobin, disebabkan oleh sebuah gen cacat yang diturunkan secara resesif dari kedua orang tua.Thalasemia termasuk dalam anemia hemolitik, dimana umur eritrosit menjadi lebih pendek (normal 100-120 hari). Umur eritrosit ada yang 6 minggu, 8 minggu bahkan pada kasus yang berat umur eritosit bisa hanya 3 minggu.Pada talasemia, letak salah satu asam amino rantai polipeptida berbeda urutannya atau ditukar dengan jenis asam amino lainnya.

C. Klasifikasi
Secara molekuler, talasemia dibedakan atas:
1. Talasemia alfa (gangguan pembentukan rantai alfa)
2. Talasemia beta ( gangguan pembentukan rantai beta)
3. Talasemia beta-delta (gangguan pembentukan rantai beta dan delta)
4. Talasemia delta (gangguan pembentukan rantai delta).
Secara kinis, talasemia dibagi dalam 2 golongan, yaitu:
1. Talasemia mayor (bentuk homozigot), memiliki 2 gen cacat, memberikan gejala klinis yang jelas.
2. Talasemia minor, dimana seseorang memiliki 1 gen cacat dan biasanya tidak memberikan gejala klinis.

D. Patofisiologi
Mengenai dasar kelainan pada thalasemia berlaku secara umum yaitu kelainan thalasemia alfa disebabkan oleh delesi gen (terhapus karenakecelakaan gen) yang mengatur produksi tetramer globin, sedangkan pada thalasemia beta karena adanya mutasi gen tersebut.
Pada thalasemia beta produksi rantai beta terganggu, mengakibatkan kadar Hb menurun sedangkan produksi HbA2 dan atau HbF tidak terganggun karena tidak memerlukan rantai beta justru memproduksi lebih banyak dari pada keadaan normal sebagai usaha kompensasi. Kelebihan rantai globin yang tidak terpakai karena tidak ada pasangannya akan mengendap pada dinding eritrosit dan menyebabkan eritropoesis tidak efektif dan eritrosit memberi gambaran anemia hipokrom dan mikrositer.
Eritropoesis dalam sumsum tulang sangat gesit, dapat mencapai 5 kali lipat dari nilai normal. Destruksi eritrosit dan prekursornya dalam sumsum tulang adalah luas dan masa hidup eritrosit memendek serta didapat pula tanda-tanda anemia hemolitik ringan.
Thalasemia dan hemoglobinopati adalah contoh khas untuk penyakit/kelainan yang bedasarkan defek/kelainan hanya satu gen.

E. Manifestasi Klinik
Semua thalasemia memiliki gejala yang mirip tetapi beratnya bervariasi. Sebagian besar mengalami anemia ringan.
Pada talasemia mayor, terjadi anemia berat tipe mikrositik dengan pembesaran pada hati dan limpa. Muka mongoloid, pertumbuhan badan kurang sempurna (pendek), perubahan pada tulang karena hiperaktifitas sumsum merah berupa deformitas dan fraktur spontan (terutama tulang panjang). Dapat pula mengakibatkan pertumbuhan berlebihan tulang frontal, zigomatik dan maksilaris. Pertumbuhan gigi biasanya buruk. IQ kurang baik apabila tidak mendapat tranfusi darah secara teratur dan menaikan kadar Hb. Anemia biasanya mulai muncul pada usia 3 bulan dan jelas pada usia 2 tahun.
Gejala lain pada penderita thalassemia adalah jantung mudah berdebar-debar. Hal ini karena tugas hemoglobin membawa oksigen ke seluruhtubuh. Pada thalassemia, karena oksigen yang dibawa hemoglobin kurang, maka jantung juga akan berusaha bekerja lebih keras, sehingga jantung penderita akan mudah berdebar-debar. Lama kelamaan, jantung akan bekerja lebih keras, sehingga cepat lelah. Akibatnya terjadi lemah jantung. "Limpa penderita juga bisa menjadi besar, karena penghancuran darah merah terjadi di sana." Selain itu, sumsum tulang juga bekerja lebih keras, karena berusaha mengkompensir kekurangan hemoglobin. Akibatnya, tulang menjadi tipis dan rapuh. Jika kerusakan tulang terjadi pada tulang muka, misalnya, pada tulang hidung, maka bentuk muka pun akan berubah. Batang hidung menjadi hilang/melesak ke dalam (facies cooley). Ini merupakan salah satu tanda khas penderita thalassemia.
Thalasemia minor umumnya tidak dijumpai gejala klinis yang khas, ditandai oleh anemia mikrositin, bentuk heterozigot tetapi tanpa anemia atau anemia ringan.

F. Prognosis
Thalasemia beta homozigot umumnya meninggal pada usia muda dan jarang mencapai usia dekade ke-3, walaupun digunakan antibiotik untuk mencegah infeksi dan pemberian chelating agent untuk mengurangi hemosiderosis (harga mahal). Di negara maju dengan fasilitas tranfusi yang cukup dan perawatan dengan chelating agents yang baik, usia dapat mencapai dekade ke-5 dan kualitas hidup yang lebih baik.
Jika dikemudian hari transplantasi sumsum tulang dapat diterapkan maka prognosisnya akan menjadi lebih baik.
G. Komplikasi
Pada talasemia minor, memiliki gejala ringan dan hanya menjadi pembawa sifat. Sedangkan pada thalasemia mayor, tidak dapat membentuk hemoglobin yang cukup sehingga harus mendapatkan tranfusi darah seumur hidup. Ironisnya, transfusi darah pun bukan tanpa risiko. Risikonya terjadi pemindahan penyakit dari darah donor ke penerima, misalnya, penyakit Hepatitis B, Hepatitis C, atau HIV. Reaksi transfusi juga bisa membuat penderita menggigil dan panas.
Yang lebih berbahaya, karena memerlukan transfusi darah seumur hidup, maka anak bisa menderita kelebihan zat besi karena transfusi yang terus menerus tadi. Akibatnya, terjadi deposit zat besi. Karena jumlahnya yang berlebih, maka zat besi ini akhirnya ditempatkan di mana-mana.Misalnya, di kulit yang mengakibatkan kulit penderita menjadi hitam. Deposit zat besi juga bisa merembet ke jantung, hati, ginjal, paru, dan alat kelamin sekunder, sehingga terjadi gangguan fungsi organ. Misalnya, tak bisa menstruasi pada anak perempuan karena ovariumnya terganggu. Jika mengenai kelenjar ginjal, maka anak akan menderita diabetes atau kencing manis. Tumpukan zat besi juga bisa terjadi di lever yang bisa mengakibatkan kematian. "Jadi, ironisnya, penderita diselamatkan oleh darah tetapi dibunuh oleh darah juga.
Komplikasi
Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Transfusi darah yang berulang-ulang dari proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah tinggi, sehingga tertimbun dalam berbagai jaringan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung dan lain-lain. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan fungsi alat tersebut (hemokromotosis). Limpa yang besar mudah ruptur akibat trauma yang ringan, kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung.

H. Penatalaksanaan
a) Transfusi darah berupa sel darah merah (SDM) sampai kadar Hb 11 g/dl. Jumlah SDM yang diberikan sebaiknya 10 – 20 ml/kg BB. Pemberian tranfusi darah berupa sel darah merah diberikan jika kadar Hb telah rendah (kurang dari 6 g%) atau bila anak mengeluh tidak mau makan dan lemah sampai kadar Hb sekitar 11 g/dl. Kadar setinggi ini akan mengurangi kegiatan hemopoesis yang berlebihan dalam sumsum tulang dan juga mengurangi absorsi Fe dari traktus digestivus. Sebaiknya darah tranfusi tersimpan kurang dari 7 hari dan mengandung leukosit serendah-rendahnya.
b) Asam folat teratur (misalnya 5 mg perhari), jika diet buruk
c) Pemberian cheleting agents (desferal) untuk mengeluarkan besi dari jaringan tubuh secara intramuskular atau intravena secara teratur membentuk mengurangi hemosiderosis. Obat diberikan secara intravena atau subkutan, dengan bantuan pompa kecil, 2 g dengan setiap unit darah transfusi.
d) Vitamin C, 200 mg setiap, meningkatan ekskresi besi dihasilkan oleh Desferioksamin..
e) Splenektomi mungkin dibutuhkan untuk menurunkan kebutuhan darah. Splenektomi dilakukan pada anak yang lebih tua dari 2 tahun, sebelum di dapatkan tanda hiperplenisme atau hemosiderosis. Sesudah splenektomi, biasanya frekuensi tranfusi menjadi berkurang. Pemberian multi vitamin tetapi kontra indikasi terhadap preparat besi.
f) Terapi endokrin diberikan baik sebagai pengganti ataupun untuk merangsang hipofise jika pubertas terlambat.
g) Pada sedikit kasus transplantsi sumsum tulang telah dilaksanakan pada umur 1 atau 2 tahun dari saudara kandung dengan HlA cocok (HlA – Matched Sibling). Pada saat ini keberhasilan hanya mencapai 30% kasus. (Soeparman, dkk 1996 dan Hoffbrand, 1996)

I. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium untuk skrining dan diagnosis thalasemia meliputi:
1. Hematologi Rutin: untuk mengetahui kadar Hb dan ukuran sel-sel darah
2. Gambaran darah tepi : untuk melihat bentuk, warna dan kematangan sel-sel darah.
3. Feritin, SI dan TIBC : Untuk melihat status besi
4. Analisis Hemoglobin : untuk diaknosis dan menentukan jenis thalassemia.
5. Analisis DNA : untuk diaknosis prenatal (pada janin) dan penelitian.

Pada talasemia mayor:
Darah tepi di dapatkan gambaran hipokrom mikrositik, anisositosis, poikilositosis dan aanya sel target; jumlah retikulosit meningkat serta adanya sel seri eritrosit muda (normoblas). Hb rendah, resistensi osmotik patologis. Nilai eritrosit rata-rata (MC), volume eritrosit rata-rata (VER/MCV), hemoglobin eritrosit rata-rata (HER/MCH) dan konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata (KHER/MCMC) menurun. Jumlah leukosit normal atau meningkat. Kadar besi dalam serum normal atau meningkat. Kadar bilirubin dalam serum meningkat. SGOT dan SGPT dapat meningkat karena kerusakan parenkim hati oleh hemosiderosis.
Pada thalasemia minor:
Kadar Hb bervariasi. Gambaran darah tepi dapat menyerupai thalasemia mayor atau hanya sebagian. Nilai VER dan HER biasanya menurun, sedangkan KHER biasanya normal. Resistensi osmotik meningkat.
Pemeriksaan lebih maju adalah analisa DNA, DNA probing, gene blotting dan pemeriksaan PCR (polymerase Chain Reaction).
b. Pemeriksaan radiologis
Gambaran radiologis tulang akan memperlihatkan medula yang labor, korteks tipis dan trabekula kasar. Tulang tengkorak memperlihatkan “hair-on-end” yang disebabkan perluasan sumsum tulang ke dalam tulang korteks. Gambaran radiologis tulang akan memperlihatkan medula yang lebar, korteks tipis dan trabekula kasar. Tulang tengkorak memperlihatkan diploe dan pada anak besar kadang-kdang terlihat brush appearance (menyerupai rambut berdiri potongan pendek). Fraktur kompresi vertebra dapat terjadi. Tulang iga melebar terutama pada bagian artikulasi dengan processus transversus.

J. Pencegahan
a) Pencegahan primer :
Penyuluhan sebelum perkawinan (marriage counselling) untuk mencegah perkawinan diantara pasien Thalasemia agar tidak mendapatkan keturunan yang homozigot. Perkawinan antara 2 hetarozigot (carrier) menghasilkan keturunan : 25 % Thalasemia (homozigot), 50 % carrier (heterozigot) dan 25 normal.
b) Pencegahan sekunder
Pencegahan kelahiran bagi homozigot dari pasangan suami istri dengan Thalasemia
heterozigot salah satu jalan keluar adalah inseminasi buatan dengan sperma berasal dari donor yang bebas dan Thalasemia troit. Kelahiran kasus homozigot terhindari, tetapi 50 % dari anak yang lahir adalah carrier, sedangkan 50% lainnya normal.
Diagnosis prenatal melalui pemeriksaan DNA cairan amnion merupakan suatu kemajuan dan digunakan untuk mendiagnosis kasus homozigot intra-uterin sehingga dapat dipertimbangkan tindakan abortus provokotus (Soeparman dkk, 1996).

Sumber:
Price, Sylvia A & Lorraine M Wilson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Buku 1. Edisi 4. Jakarta: EGC.

Smeltzer, Suzanne C. & Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Volume 2. Jakarta: EGC.

Guyton, Arthur C, (2000), Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, edisi 9, EGC, Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar